Seperti biasa, hari itu saya masih bekerja di kantor. Perasaan saya enteng saja, padahal malamnya harus masuk rumah sakit untuk persiapan operasi sectio caesarea kelahiran anak pertama saya. Esok paginya dr.Hari Paraton melakukan operasi caesar . . . dan Nito ada didepan mata saya, sungguh takjub saya melihat kebesaran Tuhan. Iwan, diam menatap saya dalam, terlalu banyak kata-kata yang tak terucap.
Iwan, suamiku yang selama ini membuat saya bertahan dan membuat saya selalu merasa berarti. Pikiran saya menerawang, pertemuan pertama kami di Melbourne 1996. Iwan mengantarkan temannya ke Hawthorn Institute, tempat saya mengambil English Course. Iwan kuliah di Royal Melbourne Institute of Technology, sedangkan saya di Swinburne University of Technology jurusan komunikasi. Saat itu saya yakin, inilah pria yang akan mendampingi saya menjalani hidup ini. Banyak hal yang membuat saya merasa Iwan adalah sosok yang very special. Selain sabar, Iwan juga bisa mengerti bahwa saya memang nggak bisa diam. Prinsip saya, hidup itu harus produktif. Setamat kuliah langsung bekerja di Indosiar, saya terbiasa bekerja dengan tempo tinggi. Ini menyenangkan, karena banyak tantangan. Setiap hari mulai jam 9 pagi sampai jam 11 malam diisi dengan kerja dan kerja. Begitu pentingnya kerja itu buat saya, tetapi akhirnya saya merasakan bahwa saya membutuhkan Iwan lebih dari segalanya. Tanggal 10 Juni 2000 kami menikah. Dan, saya siap mengikuti kemanapun suami tercinta pergi dan sampailah saya ke Surabaya.
Hari-hari terasa begitu indah…..sampai saya merasa benjolan di payudara kanan ini mulai mengganggu. Sebenarnya saya merasakan benjolan itu sudah 3 bulan, tetapi saya merasa biasa saja. Saya pikir ini perubahan normal saat siklus menstruasi. Iwan membawa saya ke dr. Ario Djatmiko di Klinik Onkologi Surabaya. Setelah semua proses diagnosa selesai dikerjakan, siang itu saya ditemani Mama (almarhum mertua tercinta) menemui dr. Ario.
Perasaan saya mulai tidak enak saat dr. Ario mengatakan ingin bertemu Iwan suamiku. Saat itu, Iwan sedang kerja dan Mama menghubungi Iwan lewat telepon. Dan berita itu datang, saya terkena kanker payudara. Gelap rasanya……saya tidak bisa berpikir.
Dalam perjalanan pulang kami terdiam, semua ini tidak mungkin terjadi pada saya. Saya tidak bisa menceritakan pergulatan hebat dalam batin saya. Hidup begitu indah seakan terampas saat berita buruk itu datang. Namun saya merasa Iwan diturunkan Tuhan untuk menemani saya. Dengan tetap tenang dan tidak panik, Iwan mengajak saya berdoa ke katedral. Ya Tuhan, Engkau yang memberi hidup ini, Engkau juga yang akan mengambilnya.
Saya serahkan semua kepadaMu, kami yakin Engkau akan memberi jalan pada umat-Mu yang selalu memohon. Lama kami bersujud, hingga akhirnya kami yakin… untuk menjalani operasi – kembali pada saran dokter. Banyak advis yang datang, semua saya dengarkan dengan baik. Akan tetapi saya tetap kembali pada dr. Ario. Mengapa? Semua terbuka, jelas dan dr.Ario tidak bekerja sendiri melainkan team work, itulah yang membuat saya percaya! Tepat 1 November 2000 saya dioperasi payudara dengan teknik BCT (Breast Conserving Treatment) yaitu suatu prosedur operasi dimana saya tidak harus kehilangan seluruh payudara. Semua berjalan lancar, dan ketika bangun saya tahu payudara saya tetap utuh. Begitu juga prosedur kemoterapi dan radioterapi kami selesaikan dengan baik. Saya tidak mengatakan semua itu ringan, tetapi semua dapat saya atasi dengan baik karena beberapa hal. Pertama, saya percaya Tuhan selalu menyayangi umatnya yang selalu bersyukur. Kedua, mengenai penanganan penyakit saya, saya yakin saya berada di tangan yang benar. Ketiga, suami saya Iwan. Setiap saat dia selalu memegang tangan saya, sungguh kekuatan yang luar biasa. Semua itu membuat saya yakin untuk melangkah! Tetapi ada beberapa catatan yang harus saya ungkapkan disini. Pada saat rambut saya rontok akibat kemoterapi, banyak yang takut melihat saya, tapi…. ahh PD aja!
Setelah saya pulih, keinginan bekerja mulai datang. Saya mulai melamar pekerjaan dan di sinilah saya merasakan adanya diskriminasi. Mengisi formulir kesehatan saya tidak bisa berbohong, dan lamaran saya selalu ditolak. Akhirnya saya diterima sebagai Public Relation Manager di Hyatt Regency Surabaya. Mengapa? Karena di sana pertanyaan itu tidak ada. Kembali ke habitat, membuat hidup saya menjadi indah kembali. Saya ingin hidup lebih berarti. Saya aktif di RRS, menemani saudara-saudara saya sesama penderita kanker payudara. Saya telah merasakan apa yang mereka rasakan dan saya ingin berbagi.
Setelah 5 tahun, keinginan saya menjadi ibu yang lengkap mulai terasa. Saya datang ke dr. Ario, mengemukakan keinginan saya punya anak. Saya diberi beberapa literatur, semua ada risiko. Dengan tenang dr. Ario mengatakan, kalau operasi ini sukses ini bukan karena kehebatan dokter saja. Pasti ada campur tangan Tuhan. Begitu juga kalau Ika ingin punya anak, kita serahkan semua pada Tuhan. Satu tahun lewat, saya mulai gelisah, tapi dengan senyum Iwan mengatakan.don’t push your luck, semua akan indah bila saatnya tiba. Benar, saat saya baru diterima kerja di PT. Eastern Logistics, dr. Hari Paraton menjabat tangan saya erat, Selamat, ibu hamil.. Ya Tuhan, Engkau sungguh baik. Kehamilan berjalan lancar, saya terus bekerja. Setelah hampir 7 tahun usia pernikahan kami, tanggal 21 April 2007 Tuhan melengkapi kebahagiaan saya dengan memberi Nito kepelukan saya. Bayi laki-laki sehat, dengan berat badan 3,7 kg dan panjang badan 53 cm. Luar biasa, ah dia manis sekali. Kami pilih nama Nicholas Putra Sedijotomo. Harapan yang sederhana. Membawa St. Nicholas’ character, a man who embodied love: Love God and care for people. Terima kasih Tuhan terima kasih, Nito, papa dan mama akan menjagam